Friday, February 17, 2006

GAMANG-ku dalam DIAM-ku . . .

Tulisan ini hanya sekedar menyuarakan rasa kesal dan sedih pada diri sendiri dan beberapa orang [mungkin] di sudut sana... sama sekali tidak dimaksudkan untuk menggeneralisir judgement terhadap lembaga kemahasiswaan yang ada, apalagi tuduhan tak berdasar terhadap rekan-rekan aktivis kampus yang berjuang mempertahankan idealismenya sendiri...sama sekali bukan...[semoga tak ada yang tersinggung dengan tulisan ini...]
Tulisan ini [mungkin] hanya sebuah cerita muram yang terjadi di negeri antah berantah, yang belum tertata rapi dan entah kapan akan tertata...


untuk aku yang pernah berdiam di dalamnya dan setengah hidup berusaha melepaskan ikatan tak jelas yang ada dalam inner circle itu...



PART ONE

Kemarin, kami masih bicara soal advokasi, membahas bagaimana memfasilitasi perjuangan kepentingan publik, tenggelam dalam debat debat kecil tentang bagaimana sesungguhnya kebijakan publik yang dibuat cenderung merugikan publik yang lebih besar lagi...
Kemarin, kami masih berkompromi soal pergerakan, berdiskusi soal strategi dan kemungkinan yang bisa terjadi, bicara soal rencana-rencana aksi, menggoreskan kontroversi lewat poster dan pamflet yang tertempel di sisi sisi dinding bisu jalan itu...
Ya, rasanya baru kemarin kami mengepalkan tangan bersama sambil menyerukan,
Wahai kalian yang rindu kemenangan!
Wahai kalian yang turun ke jalan!
Demi mempersembahkan jiwa dan raga,
untuk negeri tercinta...
Rasanya benar-benar baru kemarin kami berteriak “TOLAK KOMERSIALISASI PENDIDIKAN!!!” hingga serak berbasuh emosi...
Tapi itu memang kemarin...memang hanya cerita hari kemarin...

Bagaimana dengan hari ini?
Hari ini, hujan hujatan itu mereda, badai tuntutan itu menjadi kaku, tak jelas lagi kemana arahnya, memburam bersama kepentingan demi kepentingan yang melingkupi beberapa dari masing-masing kami...
Aku mulai menggeser langkahku sedikit demi sedikit, menolehkan pandanganku pada sesuatu yang lain di sudut sana...
kemudian menjadi begitu perih karena ternyata selama ini kami tak mengubah apa-apa...kami bergerak dan melupakan untuk siapa kami bergerak...
kami menepikan realita seseungguhnya yang teronggok membusuk di depan mata kami...

Teriakan kami soal pemberantasan kemiskinan ternyata tak sungguh-sungguh diimbangi dengan tindakan dari masing-masing kami...
Eksklusifitas mahasiswa...gumamku nyeri...

Aku percaya yang kami lakukan tak salah, kami melakukannya karena kami memilih untuk peduli dan bergerak... tapi bagaimana dengan realita yang ada ini?
Realita yang tersembunyi di balik sejuta istilah yang diusung sana sini...

Aku temangu, realitas kampus ini tak seideal orasi-orasi mahasiswanya sendiri...



PART TWO

Teriakan-teriakan anti korupsi itu pada akhirnya cuma sekedar teriakan sampah yang basi...kenapa? Karena kenyataanya, yang terjadi hanyalah maling teriak maling!
Korupsi dalam lingkup kenegaraan dikutuk dan dikecam sebagai tindakan yang begitu busuk...lalu bagaimana dengan tindakan korupsi kecil-kecilan dalam lembaga kemahasiswaan? Bagaimana dengan tindakan pemalsuan anggaran yang dilakukan oleh mereka yang selama ini serak berteriak “berantas korupsi!”?
Apa yang harus dilakukan atas protes-protes yang dibungkam demi ‘keamanan bersama’? Bagaimana harus kusikapi tindakan kompromi untuk kepentingan pribadi yang ternyata terjadi di balik seruan-seruan tentang idealisme itu? Aku harus berkomentar apa untuk itu semua?
Selama ini terlalu banyak orang yang bicara soal betapa buruknya sistem yang ada, bicara soal betapa seharusnya kita membentuk sebuah sistem baru yang tidak dibangun atas nama demokrasi yang memang utopis itu.
Kemudian apa? Berhenti pada sebatas bicara?

aku masih tak menemukan jawabnya...
perdebatan tentang idealisme begitu keras diteriakkan di sana sini...tapi idealisme itu sendiri ada di mana? di dalam buku tentang perjuangan para tokoh? di dalam buku yang merangkum pemikiran-pemikiran orang-orang yang lebih dulu mengerti dan memahami? di dalam debat-debat dan diskusi panas yang kadang bisa berujung pada kebencian satu sama lain?
aku tidak tahu,
yang aku tahu, idealisme itu ada di sini, dalam diri ini, membungkus jiwa ini, mengatur gerak raga ini, dan terlindung rapi dalam nurani...

aku masih ada dalam batas kegamangan,
berusaha mencari ketepatan yang kuharap ada,
tapi akhirnya yang kutemukan adalah...
"kepentingan yang bicara..."
dan aku mundur perlahan,
apakah aku mempecundangi diri sendiri?
terserah apa kata dunia, aku tak mau menyakiti nurani lebih dari ini...

terima kasih....


**dalam kegamangan tentang realitas yang ada dan pewacanaan dalam kampus, bergelut dengan pikiran sendiri tentang hitam putihnya dunia yang abu-abu...aku harus kemana?**

1 comment:

  1. Berontak!!!

    Eh, gimana kalo kita sewa pahlawan2 kungfu Hustle? *berbinar-binar*

    Prihatin juga...

    ReplyDelete