Monday, July 26, 2010

tidak boleh, tidak mau, dan tidak peduli.


kopi panas tanpa gula dan pikiran-pikiran tentang kamu menemani saya menghabiskan dini hari.
dan rasanya sama: pahit dan getir yang dinikmati sebagai adanya.
satu album lagu Teitur mengetuk-ngetuk kepala saya dengan nada dan beberapa baris lirik yang tertangkap, menyentak, dan membuat ruang suram itu semakin mengesalkan.
saya menginginkan yang tidak mungkin. dan tidak boleh.

kemudian saya tidak peduli. tentang boleh dan tidak yang tidak tahu dari mana asalnya itu. tentang benar dan salah yang kadang-kadang sekedar urusan selera. saya sedang malas mengurusi dan diurusi orang lain. sedang enggan jadi teman yang baik. dan sedikit ingin berteriak pada satu sisi: saya bukan temanmu hei! atau lebih jujurnya: saya tidak mau kamu anggap teman!

lalu seperti biasa, saya tidak berminat jujur. jadi ya biarkan saja begini. nanti juga hilang sendiri. seperti biasa.

sudah saya bilang, teman setia saya masih akan selalu sama. dia, dia, dan dia yang tidak perlu saya pikirkan soal hidupnya. sepi tidak akan lagi membunuh saya pelan-pelan. saya tahu ke mana harus pergi ketika dia menyeringai dengan tidak bersahabat di sisi sebelah sana. saya tahu, sendirian menyelamatkan saya dengan lebih baik dalam waktu-waktu itu.

harapan sedang menjadi semacam lelucon untuk dipahami dan ditertawakan dengan lebih manusiawi. saya pikir tempatnya memang di situ, jadi saya belum akan memindahkannya ke mana-mana, saya hanya akan menertawakannya dengan lebih tega. sampai ia diam dan tak bisa lagi banyak bicara.


dan jatuh cinta? kata itu sedang dihapus sementara.
saya mau bilang terimakasih untuk kesempatan hidup yang masih ada.



ruang mimpi yang sedang disekat, 250710

Monday, July 05, 2010

ketika kita tidak lagi.




kita tidak lagi membicarakan hening, sayang.
kita menikmatinya. kita melebur dengannya.

kita sudah tidak lagi berwacana soal kesepian, sayang.
kita menyimpannya. kita meletakannya di sana.
kenapa tidak dibuang, katamu?
membuang kesepian berarti membuang kejujuranmu. jadi tak usahlah kita lakukan.
cukuplah kita berjalan, berbagi cerita dalam sepi yang dirahmati.
cukuplah kita berkawan dengan fajar, langit, malam, dan bintang. dan hidup adalah terasa indah dalam secangkir kopi panas minim gula untuk kita.

kita sudah tidak di sana, sayang. sudah tidak berkutat dalam luka kemarin yang fiktif tapi sempat mengajarkan rasa sakit itu.
kita sudah tidak berada di sana. kita berpindah. bergerak ke arah yang sesungguhnya entah. arah tak tertebak yang membuat kita senang karena tak tertebak.

kita bermain dengan waktu dan rasa lelah. bercengkrama dengan ketukan irama hidup yang membuat kita ikut berdendang dengan rasa yang tidak perlulah kita jelaskan.

dan kita masih saja di sini. menunggui diri yang berjalan, berlari, terjatuh, dan terdiam dalam aliran detik berjalan.
dengan kopi panas dan aturan yang dilanggar.


dapur sebelah depan, 030610