Friday, February 21, 2014

soal yang tidak kemana-mana


...
dan tulisan yang pernah kita buat ternyata benar-benar menjadi rekam jejak tak terbantahkan soal proses pembelajaran yang pernah dan sedang kita lalui.
...


November 30, 2011 at 11:26am


obrolan soal idealisme memang tidak pernah lagi mampir di warung kopi kita. beralih dengan susunan kalimat soal kebutuhan hidup dan cita-cita seadanya karena mungkin merasa sudah tahu bahwa kesanggupan kita masih berbatas pada pencapaian-pencapaian kecil untuk diri sendiri dan orang lain dalam lingkup kecil saja.

kita berhenti berwacana soal dunia sosial yang terlalu luas untuk diurusi. diri sendiri, keluarga lama, dan atau keluarga baru kita adalah isi obrolan yang mengisi ruang-ruang menggantung dalam detik yang berjalan dengan tidak karuan.

kemudian kita larut dalam semuanya. bergembira dengan pencapaian dan kecewa dengan kegagalan. kemudian tidak ada lagi uang lima ribu kita yang akhirnya hanya kita ambil seribu untuk jatah rokok hari ini karena empat ribunya adalah untuk mengisi lapar orang.
dan permakluman serta toleransi menjadi bagian paling akrab dari alam pikiran kita. membebaskan pilihan paling tolol sekalipun untuk terjadi dan membangun penyangkalan-penyangkalan tidak bertanggungjawab yang dinikmati. 

hingga pada akhirnya kita mulai jengah. 
mulai mengingat-ingat dengan susah payah dan membongkar banyak dokumen lama hanya untuk sekedar mengingatkan apa yang perlu dan yang tidak. membedakan definisi yang dibutuhkan dan diinginkan, atau sekedar menyentil luka lama yang pernah dibuat dengan sengaja ataupun tidak.

pagi ini, saya menjejali diri sendiri dengan segala macam sumpah serapah yang sudah sangat lama tidak bangkit dari tidur panjangnya. memecahkan cermin dan meyalahkan ilusi optikal yang sesungguhnya disebabkan persepsi pikiran sendiri sebagai penyebab dari ketimpangan di dalam diri. kemudian menutupnya dengan pertanyaan yang sama soal apa yang sudah saya lakukan.

seperti sedang diingatkan bahwa sudah waktunya, atau sebentar lagi akan menjadi sudah waktunya, untuk berhenti membiarkan diri sendiri menjelajahi terlalu banyak kemungkinan eksperimentasi, atau manipulasi.

kita mulai menghitung waktu kita masing-masing. dengan agak sedikit frustrasi karena ada terlalu banyak ketidakseimbangan yang statusnya sudah tidak bisa diapa-apakan lagi. kemudian tersiksa sendirian karena tidak bisa melakukan apa-apa padahal isi kepala berteriak-teriak mengatakan bahwa harus ada yang melakukan sesuatu.

tapi begitulah. kita mulai cinta damai dan enggan beradu argumen. 

dan menjadi tuli pada teriakan kita sendiri. karena mulai percaya bahwa berteriak itu adalah perilaku barbar. dan karena katanya kita semakin dewasa, itu harus berhenti dilakukan.

baiklah. saya seperti disarankan [dengan sedikit paksaan] untuk begini dan begitu dan tidak begini serta tidak begitu. dan hati tidak lagi berhasrat untuk mengatakan apapun.


lantas?

Tuhan. saya tahu saya butuh belajar ikhlas.

  

dalam perangkap pagi yang enggan menyapa, 301111