Thursday, March 27, 2008

tentang lelaki di atas vespa merah,


Aku sudah lama jatuh cinta pada lelaki di atas vespa merah itu.

Sejak ia muncul dengan arogansinya sebagai senior di hadapanku, aku tahu aku sudah jatuh cinta. Tahun-tahun kuliahku kulewati dengan jatuh cinta. Jatuh cinta pada semua tentangnya. Pada arogansi yang tak terbantahkan miliknya, pada suara tawa dan obrolannya, pada karyanya, aku tahu aku jatuh cinta. Dan aku tahu akan ketidaktahuannya bahwa ia telah membuatku jatuh cinta.

Aku sadar aku bukanlah satu-satunya orang yang jatuh cinta padanya. Tapi apa peduliku dengan sederet panjang nama yang mengaku jatuh cinta padanya? Aku tak peduli dan tak pernah peduli. Aku tak berminat bersaing dengan deretan nama itu untuk menarik perhatian dan mengharap balasan cinta dari lelaki di atas vespa merah itu. Aku hanya jatuh cinta pada semua tentangnya. Hanya ingin terus memandanginya sepuas hati, mendengarkan nada-nada yang keluar tanpa aturan dari bibirnya, menikmati satu per satu karya yang benar-benar khas dirinya, dan membangun imajiku dengan bebas tentangnya. Tentang lelaki yang ada di atas vespa merah itu.

Aku bermimpi ia akan mengingat namaku dan melafalkannya dengan baik saat berpapapsan di koridor sempit kampus suatu saat nanti. Tapi cuma bermimpi, tak lebih lagi. Ia tak mengenalku kecuali sebagai “junior yang sering kelihatan”. Itu pun lumayan, daripada ia tak pernah melihatku sama sekali. Satu waktu pernah kucoba menyelusup dan menceburkan diri ke dalam dunia tempatnya berpijak, sambil memuaskan diriku menikmati semua tentangnya. Empirik ataupun tidak. Namun satu dan lain hal yang tak bisa kuhindari memaksaku meninggalkan tempat itu, dan mengeksiskan diri di tempat yang lain. Sial.

Aku masih jatuh cinta pada lelaki di atas vespa merah itu. Hingga saat ini, ketika ia [seperti biasa] membuat keributan di sisi koridor gedung dua. Satu yang berbeda, kali ini ia melakukannya dengan mata yang lekat memandangi gadis berambut lurus sebahu di depannya. Ah, jatuh cintakah lelaki itu padanya? Wajahnya kelihatan lebih sumringah daripada biasanya, bahasa tubuhnya juga lebih lembut dan santai. Sepertinya lelaki di atas vespa merah itu telah jatuh cinta pada gadis berambut lurus sebahu itu. Benar-benar jatuh cinta. Aku bisa membayangkan lelaki itu menyebut nama sang gadis dalam lamunan menjelang tidurnya, dan melafalkan namanya dengan benar setiap hari. Melafalkan dengan nada orang jatuh cinta. Dengan nada yang bahkan dalam mimpi pun tak berani kualami.

Lelaki di atas vespa merah itu memang jatuh cinta. Tapi tak ada hubungannya denganku. Tak peduli pada siapa lelaki itu jatuh cinta, aku tahu aku akan tetap jatuh cinta padanya. Jatuh cinta pada semua tentangnya, termasuk pada caranya jatuh cinta.

Mata ini masih memandangnya dengan sangat berminat. Memandang lelaki di atas vespa merah itu tertawa, ditertawakan, dan menertawakan. Mengamati patah-patah gerakan tubuhnya yang bercerita begitu banyak. Merekam dengan baik raut sumringahnya, gerak dinamis tangannya, gelengan kepala, dan hentakan kakinya. Menikmati satu demi satu gerakan yang ia buat dan nada demi nada yang ia keluarkan. Lihatlah betapa ia telah membuatku jatuh cinta!

Lelaki di atas vespa merah itu telah berkali-kali membuatku jatuh cinta. Kumohon, tetaplah di sana, tetaplah berada di atas vespa merahmu yang tak ada duanya di sini.

Hembuskanlah nafasmu…

Bergeraklah…

Bersuaralah…

Berkaryalah…

Dan aku akan selalu kembali jatuh cinta padamu.

Kembali jatuh cinta dengan cara yang sama pada lelaki di atas vespa merah itu.



cuma sebuah cerita,

potongan cerita dari kampus dengan ketidakmuraman yang ada,



nb. buat yang tau siapa orangnya, diem2 aja yah...

heehehehehe....

Sunday, March 02, 2008

tentang dia sekali lagi

aku mencintanya.
titik.
kemudian titik lagi.
lalu tanda seru.

ya, aku mencintanya karena alasan yang tak pernah kupahami.
atau jangan-jangan aku mencintanya karena tuhan.
tidak tahu.
aku cuma tahu tentang mencintanya hingga hari ini.
selesai.