Thursday, November 27, 2008

Kalau saya suka Letto dan kamu suka Kangen Band, terus kenapa?


Iya, saya pengen nanya gitu.

Saya kan nggak mesti punya kesukaan yang sama dengan kamu atau dengan orang-orang lainnya.

Kalau saya bilang saya nggak suka dengan apa yang kamu suka,
kan itu suka-suka saya.

Sama saja dengan kamu yang nggak mau kesukaan kamu diprotes,
saya juga nggak mau disuruh suka sama sesuatu yang saya nggak suka.

udah ah,
silakan dengerin apa yang kamu suka sesuka kamu,
tapi nggak usah aja-ajak saya.

saya nggak suka.

Monday, November 17, 2008

sekian waktu yang lalu [ceritajamandulu]


No hurts feeling.
Ini beneran.
Mungkin sayanya yang kelewat nggak punya perasaan.
Penolakan sama sekali nggak membuat saya merasakan sesuatu yang menyakitkan, atau menyedihkan, atau mengenaskan, atau semacamnya.
Ya sudahlah.
Mungkin memang nggak ada hal yang cukup berarti untuk membuat saya merasakan hawa-hawa suram yang biasanya mengisi dunia saya itu.

Haha.
Akhirnya saya cuma ketawa.
Ngetawain tingkah laku ajaib saya beberapa waktu terakhir ini.
Sok menyibukkan diri dengan orang yang satu untuk menepiskan bayang yang melekat terlalu kuat dalam hari-hari saya.
Dan akhirnya tidak menghasilkan apa-apa.

Oke,
Sudah cukup main-mainnya.
Hidup bukan soal feeling semata. Hidup itu tentang keputusan.
Tentang pilihan. Lengkap dengan segala konsekuensinya.

Tidak ada “nothing to loose” di sini.
Memiliki, berarti menyiapkan diri untuk kehilangan.
Terlalu suram? Tidak.
Saya cuma bicara atas nama logika.
Sama sekali tidak romantis? Memang.
Sejak kapan ada romatisme dalam logika yang seperti itu?

Jadi?
Saya nggak mau menyesal karena nggak berbuat.
Mungkin alasan saya berhenti di situ.

Maaf ya, saya nggak bermaksud main-main.
Paling tidak, mungkin tidak secara sadar.
Saya nggak mau jadi orang bodoh yang hanya meratap.

Dulu saya pikir, tidak berbuat apapun adalah pilihan tepat,
karena tanpa perbuatan berarti tidak ada kesalahan.
Naasnya, tanpa kesalahan tidak ada pembelajaran,
dan tanpa pembelajaran tidak akan ada kemajuan.
saya hanya akan tetap di sini dalam dunia statis saya.

Diam dan menjadi autis. Seperti biasa.





Thursday, November 13, 2008

kenapa kamu mau jadi teman saya?

Hei...
Kamu tahu kan?
Saya tidak memberikan keuntungan pada kamu dengan menjadikan diri saya temanmu.
Saya bukan orang yang bisa kamu banggakan sebagai teman.

Kamu tahu saya egois setengah mati. Suka mikir aneh-aneh. Sering bertindak tanpa pikir panjang. Senang bikin repot orang. Selalu cari masalah. Punya kecenderungan untuk menjadi sangat destruktif saat emosi.

Bicara saya kasar. Memaki sudah jadi bagian dari tata bahasa hari-hari saya. Saya nggak bisa menghibur kamu waktu kamu sedih. Saya nggak bisa membujuk kamu. Saya bisanya maksa. Saya bahkan suka nggak ada buat kamu saat kamu butuh teman.

Saya bukan orang baik.
Saya juga bukan orang baik-baik. Meskipun saya dan kamu sama-sama berusaha untuk nggak jadi bajingan seperti mereka yang ada di sana itu.

Saya jadi ingin tanya, kenapa kamu masih mau jadi teman saya?
Saya suka bikin kamu kesal. Marah. Muak. Atau bahkan antipati.

Kamu tahu saya kadang menghilang seenak saya dan kembali tiba-tiba minta tolong ini itu. Nyusahin kamu terus-terusan. Nggak henti bikin kamu naik darah dan jadi cepat tua karena harus terus mengomeli saya.

Kamu yang bilang kalau saya trouble addict. Nggak bisa hidup tanpa kekacauan. Dengan begitu paling sedikit kamu kecipratan susahnya. Ikut menghirup aroma kekacauan yang ada pada saya.

Intinya, jadi tambah susah gara-gara saya bikin ulah.


Lalu, kenapa kamu masih mau jadi teman saya?



_terimakasih buat kalian yang selalu ada walaupun saya begini tidak jelas bentuk dan isi otaknya_

Saturday, November 08, 2008

begitu kata si teman

Mungkin sudah waktunya untuk berpikir lebih serius tentang sesuatu yang selama ini hanya jadi candaan.
Begitu kata si teman.

Benarkah?

Sepertinya saya takut untuk menjadi serius.

Walaupun untuk yang lain saya mungkin berani hingga cenderung nekat, untuk yang ini saya takut. Sangat takut.

Makanya saya lebih suka bercanda.
Saya lebih suka main-main dan menertawakan kebodohan saya dalam permainan, dan menyelesaikan semuanya dengan sangat biasa, sama biasanya dengan saat ketika saya kalah main games di komputer.

Si teman bilang saya sinting. Saya bilang biarin. Saya memang takut.

Pernah ada masanya saya berpikir serius tentang ini, sampai lancang berpikir bahwa saya sanggup tidak menjadikannya bahan bercandaan.

Lalu masa itu lewat begitu saja.
Berganti cepat menjadi masa di mana saya pikir belum waktunya.
Dan berganti begitu saja menjadi masa sekarang ketika saya bukan hanya tidak begitu tertarik, tapi takut.
Takut, dengan alasan yang nggak saya tahu.

Kelewatan.

Kata si teman saya paranoid. Saya tanya apa itu paranoid, dia bilang saya kelewat bego kalau nggak tahu.
Dia nggak tahu saya memang nggak begitu cerdas seperti yang dia pikir.

Mungkin si teman benar. Ini sudah waktunya.

Paling tidak, sudah waktunya berhenti merasa takut dengan alasan yang tidak saya tahu itu.