Friday, December 14, 2012

[tentang] Pernikahan dan isi kepala sesorean ini

-diawali hujan yang enggan mereda, seperti bersepakat dengan rindu-



Mungkin memang sudah waktunya saya berpikir dan bicara dan membahas dan meracau sedikit lebih serius soal sesuatu yang namanya pernikahan. Kok sedikit? Iya, sedikit saja, kalau banyak-banyak seriusnya nanti malah jadi tidak serius sama sekali. Saya masih sangat sering melakukan pertukaran tidak bertanggungjawab antara serius dan bercanda yang serius. Ah sudahlah, kapan mau mulai curhat soal pernikahannya kalau begini terus.


Menikah, sempat menjadi satu kata yang begitu saya idamkan, dulu. Dulu sekali, ketika usia saya bahkan belum genap delapan belas tahun. Waktu itu, sepertinya senang sekali membayangkan hidup dalam pernikahan, punya seseorang yang mengimami hidup saya secara penuh, punya tempat berbagi rasa dan cerita, bisa jalan gandengan tangan tanpa canggung karena memang sudah haknya, dan khayalan-khayalan tingkat anak muda terlambat dewasa yang masih sangat terkontaminasi cerita dongeng putri-putri jaman dahulu: bertemu pangeran yang menyelamatkan dari kesedihan, kemudian hidup bahagia selamanya. Oke, cukup. 




Kemudian, fase bergeser, entah kapan, dan sudah lupa soal kenapanya. Saya menjadi seseorang yang tidak menginginkan pernikahan, merasa sanggup hidup sendirian, dan muak dengan hubungan. Pikir saya, buat apa menjalani sesuatu yang cuma akan merepotkan? Iya, pernikahan, dan juga bentuk hubungan serius antara lelaki dan perempuan dalam bentuk apapun adalah cikal bakal hidup yang tidak simpel dan tidak bebas. Belum lagi kasus ini itu yang menimpa rumah tangga beberapa orang yang saya kenal dan [entah kenapa] diceritakan yang bersangkutan kepada saya. Semakin enggan lah saya untuk berpikir mengenai pernikahan, apalagi berusaha menuju ke arah sana. Idih. 

Dan sepertinya, fase ini berlangsung lama. Cukup lama untuk membuat saya fokus menikmati hidup yang isinya adalah saya dan dunia, sudah. 


Nah, kemudian, kelabilan tingkat tinggi datang dan menghantami keinginan-keinginan, rasa percaya, pemikiran, keputusan, perilaku, dan sangat sangat banyak aspek dalam hidup saya yang sebetulnya memang tidak pernah cukup stabil itu. Ada gamang yang semakin jelas antara mau dan tidak. 
Sampai suatu hari, obrolan dengan seorang teman membuat saya menertawai diri saya habis-habisan. Iya, sendirian itu mudah, keputusan cukup diambil sendiri, tidak perlu ribet menanyakan pendapat pasangan dan berkompromi dengan ketidaksesuaian-ketidaksesuaian yang mungkin timbul. Tapi, apa tidak lantas hidup jadi kurang menantang? 

Saya, jujur saja, sangat menikmati hidup yang tidak terikat pada siapapun itu, tapi juga membenarkan bahwa mereka yang pada akhirnya memutuskan untuk menikah setelah benar-benar yakin, setelah benar-benar mempertimbangkan ini dan itu, adalah para pemberani yang sebenarnya. Saya harus mengakui bahwa keputusan menikah yang diambil dengan dilandasi rasa tanggungjawab itu hanya bisa dilakukan oleh individu yang punya cukup keberanian. Dan sayangnya, itu bukan saya saat itu. Di situ, saya sadar bahwa saya adalah sejenis pengecut yang berlindung dibalik nama kebebasan dan kawan-kawannya. Benar bahwa kebebasan menikmati hidup adalah apa yang saya mau. Benar bahwa itu memang demikian menyenangkan. Tapi, bukankah kebebasan tanpa keterbatasan akan menjadi tidak demikian berharga?




 Singkat cerita, dalam tahun-tahun terakhir ini saya mulai memasukkan "menikah" di dalam kamus pribadi saya. Pernah gagal, terjebak, dan menjebakkan diri dalam rasa dan persepsi yang berbelit-belit dan berwujud labirin tak terdefinisi. Kemudian belajar berdamai dengan diri sendiri dan lebih percaya pada niat baik dan kuasa Tuhan. 


Iya, hidup jelas saja tidak melulu soal menikah dan tidak menikah. Tidak menikah tidak membuat manusia mati kok, kalau tidak makan dan tidak minum, mungkin iya. Itu kalimat yang cukup sering terlontar dari saya ketika pertanyaan soal pernikahan mampir dalam hari-hari saya. Tapi sore ini, kepala saya memang sedang ramai dilintasi bahasan soal pernikahan. Jadi ya saya tulis. Maksudnya, saya curhatkan di blog tak terurus ini. Supaya lega, supaya kepala bisa diisi yang lain lagi.




Pernikahan, yang saya pahami di sore ini, bukanlah melulu soal rasa. Bukan cuma soal saya sayang dia dan dia sayang saya. Pernikahan, yang saya pahami dalam suara hujan sesorean ini adalah juga soal niat baik, komitmen, keinginan membangun sesuatu yang lebih baik, kompromi, ke-saling-an yang dinikmati, kepercayaan penuh, keberanian memutuskan, usaha, penerimaan, keseimbangan, soliditas tim, dan kegembiraan soal masa depan yang tidak bisa dipastikan itu. 


Pernikahan, dalam kepala saya sore ini adalah tentang pilihan dan keberanian mengambil keputusan, plus menanggung segala resiko dan atau konsekuensi dari keputusan itu sendiri. Pernikahan, adalah tentang fase hidup yang bukan lebih tinggi atau lebih rendah, tapi berada dalam jarak yang tidak sama. 


Pernikahan pun, bagi saya di sore ini, adalah tentang satu nama yang disandingkan dengan jajaran harapan dan mimpi yang tak perlu dijelaskan panjang lebar pada yang tidak berkepentingan.


Begitulah.


Dan mungkin, ini adalah alasan kenapa sesorean ini kepala saya penuh dengan cerita dan racauan soal pernikahan: saya sedang merencanakan pernikahan dalam waktu dekat.




Kalau ada yang baca tulisan ini, doakan saya ya, semoga hati saya dikuatkan dan dilembutkan, supaya niat baik yang sedang direncanakan ini bisa direalisasikan dengan baik dan membawa kebaikan untuk semua pihak, semoga apa yang diputuskan untuk dijalani menjadi sesuatu yang penuh manfaat, memberi rasa nyaman dan menyamankan, mengantarkan saya pada arti hidup yang lebih daripada apa yang bisa saya ekspektasikan selama ini. 

Doakan saya ya, semoga saya diizinkan mencintai dengan ketulusan yang bahkan saya tidak pernah tahu wujudnya seperti apa itu. 
Doakan saya supaya saya bisa mewujudkan bangunan-bangunan kokoh dalam kehidupan yang disediakan untuk saya jalani ini. Doakan saya :)


Terimakasih tertinggi untuk Tuhan yang sudah memberi hidup.


dan untuk semua orang yang hadir dalam cerita saya, yang membuat saya bisa menuliskan ini semua di sore ini.





di tengah-tengah meja, antara deras hujan dan rindu yang semena-mena, 14Desember2012


nb: saya suka cincin yang kamu pilihkan itu. serius.